A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan
negara yang besar terdiri dari 398 kabupaten, 93 (sembilan
puluh tiga) kota, 1 (satu) kabupaten administrasi, dan 5 (lima) kota administrasi di Indonesia. Daerah Kabupaten
administrasi dan kota administrasi bukanlah daerah otonom, tetapi merupakan
kabupaten/ kota tanpa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dengan jumlah yang besar inilah negara Indonesia merupakan negara hukum yang
dibingkai dalam Negara Kesatuan yang berbentuk Republik
dengan Pancasila sebagai dasar hukum
tertinggi.
Pengertian Negara menurut John Locke (Status Naturalis),
adalah : Ketika manusia lahir, semua manusia
itu bebas dan telah memiliki hak-hak, tetapi mereka menyadari bahwa hak dari
manusia yg satu dpt menganggu hak dari manusia yang lain, sehingga mereka
membentuk negara untuk melindungi
hak-hak masing-masing individu tersebut. Jadi tugas negara yang utama adalah
untuk melindungi hak-hak asasi dari warganya.
Pengertian dari Negara
itu sendiri menurut Miriam Budiarjo negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah (governed) oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada
peraturan perundang-undangan melalui penguasaan (control) monopolistis dari kekuasaan yang sah.
Aristoteles pada tahun 384 sm dalam “ politica”
mengungkapkan bahwa negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan
konstitusi dan berkedaulatan hukum. pemerintahan
berkonstitusi, yakni :
- pemerintahan
untuk kepentingan umum.
- pemerintahan
berdasar hukum umum & tidak sewenang-wenang.
- pemerintahan
berdasar kehendak rakyat bukan berupa paksaan.
Masih melalui pendapat John Locke, bahwa negara mempunyai tujuan yaitu :
- Tujuan
negara menjamin hak asasi warga negara.
- Penyelenggaraan
negara berdasar hukum.
- Pemisahan
kekuasaan negara untuk kepentingan umum.
- Supremasi
legislatif untuk kepentingan rakyat.
Disamping itu negara
kita adalah negara demokrasi , istilah demokrasi yang menunjuk kepada
pengertian sistem politik yang di idealkan masyarakat, Demokrasi (demos+cratos) atau (demos kratien) yaitu pemerintahan oleh semua orang bukan dari
konsep pemerintahan oleh satu orang (autocracy).
Oleh karena itu yang diidealkan adalah Plutocracy
(Pluto+cracy), yaitu pemerintahan
dikendalikan banyak orang tetapi tidak berarti semua orang ikut memerintah.[6] Dengan demikian konsep
demokrasi pemerintahan suatu negara merupakan pemerintahan oleh rakyat.
Konsep demokrasi itu
sendiri dari tradisi Yunani dan Roma kuno yaitu: pertama,
pemerintahan demokratis hanya terwujud dalam kerangka negara yang luasnya tidak
terlalu besar; dan kedua, bahwa demokrasi bersifat cukup langsung di
mana majelis rakyat dan badan-badan perwakilan lain terus menerus berhubungan
langsung dengan rakyat yang telah menetapkan mereka.
Untuk menjalankan Pemerintahan
yang demokratis dan berkedaulatan rakyat, jika dilihat dari pengertian-pengertian
sebagaimana tersebut diatas yaitu pengertian Negara dan pengertian Demokrasi
jika dihubungkan dengan konsideran menimbang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, dalam rangka untuk
memilih angggota DPR, DPD dan DPRD mengatakan bahwa: “Pemilihan
Umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat
guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” dan dalam konteks pemilihan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 BAB VII Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 19 ayat (1) berbunyi : “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
melalui Pemilihan Umum”. dan adanya pemilihan wakil-wakil daerah yang akan
duduk pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) yang tercantum dalam BAB VIIA
tentang Dewan Perwakilan Daerah Pasal 22C ayat (1) berbunyi : “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
Pemilihan Umum”.
dan dalam BAB VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E ayat (1) sampai ayat
(6). Hal ini menunjukkan bahwa Kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.[10] Dengan demikian pemilik
kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam Negara Indonesia adalah rakyat.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian yang
disampaikan diatas, hal ini yang menjadi permasalahannya adalah:
1. Bagaimana Proses Demokrasi dan
Kedaulatan Rakyat Dalam Undang-Undang Pemilu dalam memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah?
2.
Bagaimana Perwakilan Rakyat dan Aspirasi
Rakyat Dalam Proses Keanggotaan DPR Dan DPD?
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
(Cakupan Singkat).
Pengertian sempit dari
demokrasi dirumuskan oleh Joseph schumpeter yang mengatakan bahwa : demokrasi secara sederhana merupakan metode
politik, sebuah mekanisme untuk memilih pimpinan politik. Warga negara
diberikan kesempatan untuk memilih salah satu pemimpin-pemimpin politik yang
bersaing meraih suara diantara pemilihan dan keputusan yang dibuat oleh
politisi dan dalam pemilihan umum berikutnya Warga negara dapat mengganti wakil
yang mereka pilihsebelumnya. Kemampuan untuk memilih diantara pemimpin-pemimpin
politik pada masa pemilihan inilah yang disebut demokrasi.
Joseph schumpeter juga
mengatakan bahwa metode demokrasi adalah penataan
kelembagaan untuk sampai pada keputusan politik dimana individu meraih
kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif untuk meraih
suara. Pengertian demokrasi yang komprehensif yang diusulkan oleh David
Held yang menggabungkan pemahaman pandanagan liberal dan dan tradisi marxis
untuk sampai pada arti demokrasi yang mendukung suatu prinsip dasar otonomiyang
sama dan karena itu mempunyai kewajiban yang sama dalam suatu kerangka pikir yang
menghasilkan dan membatasi peluang yang tersedia untuk mereka, asalkan
menyebarkan kerangka pikir untuk meniadakan hak-hak orang lain.
Cara pandang mengenai
demokrasi ini membantu kita dalam memahami bahwa demokrasi merupakan sebuah entitas yang dinamis yang memberikan
definisi yang berbeda-beda. Dalam hal lainnya pandangan demokrasi senyatanya
tidaklah dapat membantu negara dalam menentukan demokrasinya. Untuk itu konsep
demokrasi yang tepat untuk mengenal secara jelas esensi demokrasi, mengenali
wajah pokok demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh rakyat bukan hanya
sebuah sistem politik tetapi juga sistem sosial ekonomi.
Sebelum paham atau
ajaran demokrasi muncul, kehidupan bangsa, masyarakat dan negara di Eropa
dilandasi oleh paham agama, atau dinamakan juga dengan “Teokrasi”, yang artinya pemerintahan/ negara berdasarkan Hukum/
Kedaulatan Tuhan. Penyelewengan paham Teokrasi yang dilakukan oleh pihak Raja
dan otoritas Agama, mengakibatkan kehidupan negara-negara di Eropa mengalami
kemunduran yang sangat drastis, bahkan hampir-hampir memporak-poranda seluruh
sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara disana.
Ditengah situasi
kegelapan yang melanda Eropa inilah JJ.Rousseau berpendapat bahwa landasan
kehidupan bangsa/masyarakat tidak dapat lagi disandarkan pada kedaulatan Tuhan
yang dijalankan oleh Raja dan Otoritas Agama, karena sesungguhnya kedaulatan
tertinggi di dalam suatu negara/masyarakat berada ditangan rakyatnya dan bukan
bersumber dari Tuhan. Bahkan negara/ masyarakat berdiri karena semata-mata berdasarkan
Kontrak yang dibuat oleh rakyatnya (Teori
Kontrak Sosial) yang berisikan :
1. Negara adalah hasil perjanjian dari
yang diperintah dan yg memerintah, sehingga tidak semua hak yg ada pada individu diserahkan kepada
pemerintah.
2. Hanya hak-hak tertentu saja yg
diberikan kepada pemerintah agar pemerintah bisa melindungi ataupun membatasi
pelaksanaan hak dari setiap individu agar tidak melanggar
ataupun mengganggu hak individu yg lain.
Ajaran/ teori
Kedaulatan Rakyat atau “demokrasi” ini mengatakan bahwa kehendak tertinggi pada
suatu negara berada ditangan rakyat, dan karenanya rakyat yang menentukan
segala sesuatu berkenaan dengan negara serta kelembagaannya. Atau dapat juga
dikatakan sebagai ajaran tentang Pemerintahan Negara berada ditangan Rakyat. Ajaran
Demokrasi adalah sepenuhnya merupakan hasil olah pikir JJ. Rousseau yang
bersifat hipotetis, yang sampai saat itu belum pernah ada pembuktian
empiriknya. Bahkan pada “Polis” atau City
State” di Yunani yang digunakan oleh Rousseau sebagai contoh didalam
membangun Ajaran Demokrasi yang bersifat mutlak dan langsung, tidak dapat
ditemui adanya unsur-unsur demokrasi.
Oleh karenanya Logemann
mengatakan bahwa Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau sebagai “Mitos Abad XIX”, karena tidak memiliki pijakan pada kenyataan
kehidupan umat manusia. hal bertentangan
dengan kenyataan dimana rakyat secara langsung dan mutlak (keseluruhan)
memegang kendali pemerintahan negara. Karena justru kenyataannya menunjukan
bahwa segelintir (sedikit) oranglah yang memegang kendali pemerintahan negara
dan memerintah kumpulan orang yang banyak, yaitu rakyat.
Kedaulatan di Indonesia
itu sendiri terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945: Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Adapun
Kedaulatan mempunyai sifat :
- Mutlak
(tidak ada yang dapat mengalahkannya),
- Abadi
(tidak dibatasi oleh waktu),
- Utuh,
tunggal, dan tidak terbagi-bagi (hanya ada satu kedaulatan tertinggi dalam
satu negara),
- Bersifat
tertinggi/ asli (tidak berasal dari kekuasaan mana pun).
Proses Demokrasi dan Kedaulatan
Rakyat Dalam Undang-Undang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah
Kemerdekaan yang
dicapai oleh bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah merupakan
awal tujuan untuk mewujudkan bagian dari pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 alenia IV yang berbunyi : “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial” dan selanjutnya Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 digunakan sebagai pedoman dasar penyelenggaraan Negara hukum
yang menggunakan sistem demokrasi sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Ciri negara hukum yang modern menurut Jimly Asshiddiqie adalah sebagai berikut
:
1.
Supremasi hukum (Supremacy of Law),
2.
Persamaan dalam Hukum (Equality
before the Law),
3.
Asas Legalitas (Due Process of Law),
4.
Pembatasan Kekuasaan (Limited
Government),
5.
Organ-organ Eksekutif Independen (State
Auxiliary Institutions),
6.
Peradilan Bebas dan Tidak Memihak (independent
and impartial judiciary),
Adanya korelasi antara
Negara hukum yang bertumpu pada konstitusi dengan Kedaulatan Rakyat yang
dijalankan melalui demokrasi.
Korelasi ini muncul dari istilah demokrasi
konstitusional yang mengatakan dalam sistem demokrasi partisipasi rakyat
merupakan esensi dari sistem. Demokrasi tanpa adanya pengaturan hukum akan
kehilangan bentuk dan arah, begitu juga Hukum tanpa adanya demokrasi akan
kehilangan makna.
Demokrasi itu sendiri
diwujudkan dalam derajat yang berbeda-beda dan melalui saluran konstitusi yang
juga berbeda pula. Demokrasi langsung
adanya fakta bahwa Pembuatan Undang-undang, Fungsi eksekutif dan Legislatif
adalah yang utama, dan demokrasi tidak
langsung adalah fungsi Parlemen yang dipilih oleh rakyat, dan fungsi
eksekutif dan legislatif dipilih melalui Pemilihan Umum.
Dalam konteks politik,
dikenal adanya macam demokrasi yakni pemahaman secara normatif dan pemahaman
secara empirik/ procedural democracy.
Dalam pemahaman secara normatif demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil
hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah Negara. Makna demokrasi
empirik adalah demokrasi dalam perwujudan kehidupan politik praktis.
Perlu diketahui pula apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari dalam suatu Negara.
Pemahaman demokrasi
dalam suatu sistem politik adalah pemerintah memberikan ruang gerak yang cukup
bagi warga masyarakatnya untuk melakukan partisipasi guna memformulasikan
preferensi Politik melalui organisasi politik yang ada. Hal ini dapat menjadi
pedoman guna menghindari pengisian jabatan-jabatan politik secara terus menerus
tanpa adanya batasan. Penyelenggaraan Negara yang demokratis sebenarnya ada
pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia alenia ke IV yang berbunyi
: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ Perwakilan” dan dalam Batang tubuh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Amandemen Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia menitik beratkan kepada pemberdayaan rakyat
dalam penyelenggaraan demokrasi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
meletakkan asas kedaulatan rakyat ditangan rakyat dan adanya sistem Check and Balances. DPD diadopsi sebagai
kamar kedua guna mengimbangi peran DPR dalam membuat kebijakan di tingkat
Nasional. Secara umum fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah sama-sama lembaga perwakilan yang tergabung dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
DPD sebagai lembaga
penyeimbang DPR diparlemen dirasa tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
karena dalam Pasal 22D UUD 1945 wewenang DPD tidak sebanding DPR yaitu : “ikut membahas RUU” dan “dapat” melakukan pengawasan atas
pelaksanaan Undang-Undang yang hanya terbatas pada Undang-Undang Otonomi
Daerah. Sebagai representasi Daerah, DPD sangat diharapkan untuk andil dan
perannya untuk menyuarakan aspirasi kepentingan masyarakat daerah ditingkat
nasional. DPD hanya sebatas menjadi penonton disaat DPR mengambil sebuah
keputusan Politik yang senyatanya menyangkut aspirasi daerah yang dibawanya
melalui legitimasi yang kuat dalam konstitusi karena keberadaan DPD dipilih
secara langsung oleh Rakyat. Keberadaan DPD dalam sistem Ketatanegaran
Indonesia merupakan salah satu upaya perwujudan bikameral dan mengurangi
penyalahgunaan kekuasaan. Dengan demikian DPD lahir untuk mengimbangi DPR
sebagai perwakilan politik agar kekuasaan legislatif tidak terkonsentrasikan
pada satu lembaga.
Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengatur DPD dalam
struktur Ketatanegaraan Indonesia dimaksudkan untuk :
1.
Memperkuat
ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia dan
memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah.
2.
Meningkatkan
agresi dan akomodasi aspirasi kepentingan daerah-daerah dalam perumusan
kebijakan nasional berkaitan dengan Negara dan daerah-daerah.
3.
Mendorong
percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan
seimbang.
Melihat minimnya peran
dan kewenangan DPD dalam keterlibatannya mengambil keputusan kebijakan
khususnya legislasi dan pengawasan dapat dikatakan bahwa kewenangan dan Fungsi
DPD lebih merupakan “moral-etis” dan
bukan hak politik yang maknanya hak dan kewenangan DPD tidak punya konsekuensi
politik yang berarti. DPD tidak dapat memberi sanksi kecuali moral.
Perwakilan
Rakyat dan Aspirasi Rakyat Dalam Kriteria dalam Proses Keanggotaan DPR Dan DPD
Langkah penyempurnaan
terhadap Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau yang terpenting dan merupakan awal menuju
kearah demokrasi modern yaitu Demokrasi Perwakilan yang dikenal sampai kini,
adalah dengan dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat di Inggris pada pertengahan
Abad XIII (1265). Pada Demokrasi Perwakilan, Rakyat secara keseluruhan tidak
ikut serta menentukan jalannya pemerintahan negara, tetapi rakyat mewakilkan
kepada wakil-wakilnya yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat untuk menentukan
jalannya pemerintahan negara. Untuk menentukan siapakah individu-individu
rakyat yang akan mewakili keseluruhan jumlah rakyat di Badan Perwakilan Rakyat
ini digunakan mekanisme Pemilihan (Umum) yang bercirikan :
1.
Adanya
2 (dua) atau lebih calon yang harus dipilih ;
2.
Siapa
yang mendapatkan suara terbanyak dari calon-calon yang ada, maka dialah yang
akan duduk di Badan Perwakilan Rakyat guna mewakili mayoritas rakyat pemilih.
Secara substansial
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengandung kelemahan dalam
menjelaskan dan mengatur pelaksanaan kedaulatan
rakyat. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memang mencantumkan
adanya kekuasaan tertinggi ditangan rakyat yang akan dilaknakan oleh
Undang-Undang Dasar (Pasal 1
ayat 2) namun terdapat ketidakjelasan mengenai: Kriteria serta proses keanggotaan untuk anggota DPR dan DPD dan
Mewakili siapa atau
mewakili aspirasi apa sesungguhnya anggota DPR dan DPD;
Anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Artinya tidak ada lagi anggota perwakilan rakyat yang tidak berasal dari
proses pemilihan umum seperti selama ini terjadi. Hal ini menunjukkan adanya
kemajuan peran rakyat yang diberikan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen
dalam memilih wakil-wakilnya untuk duduk di
lembaga perwakilan. Timbulnya variasi model demokrasi
perwakilan ini menurut kacamata Ilmu Hukum Tata Negara bersumber dari perbedaan
nilai-nilai dasar bersama yang dianut oleh rakyat pada masing-masing negara,
dan secara khusus pada gilirannya tercermin melalui perbedaan pada sistem
pembagian kekuasaan dan sifat hubungan antar lembaga-lembaga negara (terutama
antara Lembaga Legislatif dan Lembaga Eksekutif), yang ditetapkan oleh
masing-masing negara yang bersangkutan. Namun
semua variasi model demokrasi perwakilan harus tetap berpegang pada 4
(empat) prinsip, yaitu :
1. Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana
Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi
(kedaulatan) berada ditangan rakyat ;
2. Prinsip Perwakilan, dimana
Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kedaulatan yang
dimiliki oleh rakyat itu dilaksanakan oleh sebuah atau beberapa lembaga
perwakilan rakyat ;
3. Prinsip Pemilihan Umum, dimana
untuk menetapkan siapakah diantara warganegara yang akan duduk di
lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan kedaulatan rakyat itu, harus
diselenggarakan melalui pemilihan umum .
4. Prinsip Suara Mayoritas, dimana mekanisme
pengambilan keputusan dilaksanakan berdasarkan keberpihakan kepada suara
mayoritas.
Sistem
demokrasi di Indonesia menunjukkan adanya rekruitmen yang terbuka dalam arti Kelembagaan dan dan Terbuka dalam arti personal. Terbuka dalam arti kelembagaan
seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Pasal 7 yang menyebutkan : “Peserta
Pemlihan Umum untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/
Kota adalah Partai Politik” dan pada Pasal 8 ayat (1) berbunyi : “Partai Politik Dapat menjadi peserta Pemilu
setelah memenuhi persyaratan :
- Berstatus badan
hukum, sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik.
- Memiliki
kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah provinsi.
- Memilik
kepengurusan di 2/3(dua pertiga) Kabupaten/ Kota di Provinsi yang
bersangkutan.
- Menyertakan
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan pada
kepengurusan partai politik tingkat pusat.
- Memiliki
keanggotaan sekurang-kurangnya 1000 (seribu) orang atai 1/1000 (satu
perseribu) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c yang dibuktikan dengan
kepemilikan Kartu Tanda Anggota.
- Mempunyai kantor
tetap untuk kepengurusan sebagaimana pada huruf b dan huruf c; dan
- Mengajukan nama
dan tanda gambar partai politik kepada KPU.
Terbuka
dalam arti personal ditemukan pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 22E ayat (4) berbunyi : “Peserta pemilihan umum untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan” disebutkan pula dalam
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Pasal 11 ayat (1)
berbunyi :”Peserta Pemilu untuk memilih
anggota DPD adalah perseorangan” dan ayat (2) berbunyi : “perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat menjadi peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan”
Keanggotaan
anggota DPR dan DPD diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah, BAB III DPR, Bagian Kesatu Susunan dan Kedudukan, Pasal 67 berbunyi : “DPR terdiri atas anggota partai politik
peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum”. Bagian Keempat Keanggotaan Pasal 74 ayat (1) “Anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang.”
Dan anggota DPD dalam BAB IV DPD, Bagian Kesatu Susunan dan Kedudukan,
Pasal 221 berbunyi : “DPD terdiri atas
wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum”. dan pada Bagian
Keempat Keanggotaan, Pasal 227 ayat (1) Anggota DPD
dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang. Ayat (2) Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu pertiga) jumlah anggota
DPR.
Untuk anggota DPR yang
terdiri atas partai politik dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor
02 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang
Partai Politik Pasal 29 ayat (1) yang
berbunyi : “Partai Politik
melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:”
a.
anggota Partai Politik;
b.
bakal calon anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c.
bakal calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah; dan
d.
bakal calon Presiden dan Wakil
Presiden.
Berkaitan dengan
hak-hak dasar yang dimaksud diatas diatur dalam BAB VII Keanggotaan dan
Kedaulatan anggota, Pasal 14 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang Partai
Politik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
yang berbunyi : “Warga negara Indonesia
dapat menjadi anggota Partai Politik apabila telah berumur 17 (tujuh belas)
tahun atau sudah/pernah kawin. Dan
pada ayat (2) berbunyi : “Keanggotaan
Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif bagi warga
negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART”.
Sehubungan apa yang
telah dikemukakan diatas bahwasanya proses Demokrasi dan kedaulatan Rakyat
dalam proses Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPD adalah cerminan Warga Negara
adalah pendukung dan unsur yang mutlak bagi adanya negara yang berdaulat.
Pemilihan Umum atau biasa disebut Pemilu adalah proses rakyat memilih
wakil-wakilnya untuk mengisi jabatan sebagai Wakil Rakyat di DPR dan DPD. Hak
yang diberikan oleh rakyat apabila dijalankan melalui mekanisme dan dengan
jalur yang benar Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat dapat menjadi kenyataan.
Kondisi situsional saat
ini menggambarkan bahwa proses Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat tidaklah membawa
amanah yang aspirasi dan mewakili kepentingan rakyat pada umumnya. Hal ini
disebabkan oleh wakil-wakil rakyat baik DPR ataupun DPD dirasa tidak membawa
makna dari kedaulatan rakyat. DPR dan DPD yang telah duduk tidak membawa
aspirasi kepentingan rakyat pada umumnya akan tetapi mewakili kepentingan
partai atau golongan tertentu.
Rakyat dengan
kedaulatannya yang telah memilih wakilnya untuk duduk sebagai wakil rakyat
menjadi tidak ada artinya disaat kepentingan rakyat yang telah diamanahkan itu
tidak disuarakan. Sejalan dengan itu rakyat tidak mempunyai kekuatan secara
normatif untuk menarik kembali Kedaulatan yang telah diberikan kepada
wakil-wakilnya, karena kewenangan itu hanya dapat dilakukan oleh Partai Politik.
Sementara Partai Politik yang mewadahi anggota DPR tersebut tunduk dan patuh
kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) Partai sesuai dengan
bunyi pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang Partai
Politik yang berbunyi : “Anggota Partai
Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam
kegiatan Partai Politik”. Meskipun dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPR dan DPD Pasal 211 yang berbunyi : “Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan
kepada Badan Kehormatan DPR dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat
anggota DPR yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 208.”
Yang dimaksud kewajiban
dari anggota DPR tercantum dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD yang berbunyi : Anggota DPR mempunyai
kewajiban:
a.
Memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila;
b.
Melaksanakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan;
c.
Mempertahankan dan memelihara
kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
Mendahulukan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
e.
Memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan rakyat;
f.
Menaati prinsip demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;
g. Menaati tata tertib dan kode etik;
h.
Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga lain;
a.
Menyerap dan menghimpun
aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
j. Menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
k. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di
daerah pemilihannya.
Dan Larangan anggota DPR terdapat pada Bagian Keempat Belas
Larangan dan Sanksi Larangan Pasal 208 yang berbunyi ;
(1)
Anggota DPR dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya;
b.
hakim pada badan peradilan; atau
c.
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber
dari APBN/APBD.
(2)
Anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat
struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat
atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas
dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota DPR.
(3)
Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.
Sejalan dengan itu pada
anggota DPD pun rakyat dapat memberikan pengawasannya dan mempunyai hak dalam
mengawasi wakilnya seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD Pasal 280 yang berbunyi :
“Setiap orang, kelompok, atau organisasi
dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPD dalam hal memiliki bukti
yang cukup bahwa terdapat anggota DPD yang tidak melaksanakan salah satu
kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 dan/atau melanggar
ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277”
Kewajiban dari anggota
DPD tercantum dalam pasal 233 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPRD dan DPD yang berbunyi : Anggota
DPD mempunyai kewajiban:
a.
Memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila;
b.
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan menaati peraturan perundang-undangan;
c.
Mempertahankan dan memelihara
kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, golongan, dan daerah;
e.
Menaati
prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;
f. Menaati tata tertib dan
kode etik;
g.
Menjaga etika dan norma
dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;
h. Menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
i. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis
kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya.
Dan Larangan anggota DPD Bagian Kedua Belas Larangan dan Sanksi, Paragraf 1, tentang Larangan Pasal 277 yang berbunyi :
(1)
Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai:
a.
pejabat negara lainnya;
b.
hakim pada badan peradilan; atau
c.
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber
dari APBN/APBD.
(2)
(Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada
lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara,
notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPD
serta hak sebagai anggota DPD.
(3)
Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.
Aspirasi yang harus dibawa oleh anggota DPR dan DPD
terdapat Dalam bagian dari Pasal-Pasal tentang Kewajiban dan Larangan tersebut
diatas dapat menunjukkan bahwa demokrasi dan kedaulatan rakyat hanya terbatas
memberikan haknya untuk memilih dan menentukan wakilnya, sementara untuk
aspirasi yang diharapkan untuk dibawa oleh wakilnya tersebut tidak ada jaminan
untuk disuarakan oleh wakilnya tersebut karena jika rakyatnya yang akan
mengajukan keberatan atau melaporkan adanya Kewajiban dan Larangan yang
dilanggar dan tidak dijalankan oleh anggota DPR dan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal
tersebut diatas, Rakyat akan melalui proses dan mekanisme yang panjang pada
alat kelengkapan yang bekerja di DPR dan DPD juga patuh pada Peraturan Tata Tertib
yang dibuat oleh masing-masing lembaga tersebut sehingga Rakyat enggan dan umumnya
tidak melakukan keberatan atau menuntut kembali kedaulatan perwakilan yang
diberikan kepada wakil-wakilnya di DPR dan DPD.
Namun dalam sistem
kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada ditangan
rakyat. Karena kekuasaan itu hakikatnya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat bahkan dalam “participatory
democrazy” dikembangkan pula tambahan bersama rakyat sehingga menjadi “kekuasaan pemerintahan itu berasal dari
rakyat, untuk rakyat oleh rakyat dan bersama rakyat” inilah yang disebut
dengan kontrak sosial antara masyarakat yang tercermin dalam konstitusi. Dalam
kedaulatan rakyat tetap harus dijamin bahwa rakyatlah yang sesungguhnya pemilik
negara dengan segala kewenangannya untuk menjalankan semua fungsi kekuasaan
negara yang didalamnya termasuk perwakilan di DPR dan DPD yang merupakan “sistem reprensentatif democracy”
Lebih lanjut dalam Prinsip dan Ciri Model Developmental
Democracy Prinsip utama Partisipasi dalam kehidupan
politik adalah sebuah keharusan, tidak hanya demi perlindungan kepentingan
individu, tetapi juga demi terbentuknya masyarakat WN yang sadar, commited, dan
berkembang. Keterlibatan politik adalah sesuatu yang essensial bagi
pengembangan kapasitas individu yang tertinggi dan Kedaulatan
tertinggi dipegang oleh Warga Negara, tetapi dijalankan
oleh perwakilan yang mendapatkan legitimasi untuk menjalankan fungsi-fungsi Negara.
Sehubungan dengan pokok
permasalahan yang dikemukan diatas yaitu pertama
: Proses Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat Dalam Undang-Undang Pemilu Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah dan kedua Perwakilan Rakyat dan Aspirasi Rakyat Dalam Kriteria dan
Proses Keanggotaan DPR Dan DPD, menjawab bahwa : sesungguhnya permasalahan
diatas telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada namun
pengaturan ini hanya menjamin mekanisme
representatif democracy, akan tetapi penyaluran perwakilan dan aspirasi untuk mewakili siapa
dan aspirasi siapa yang dibawanya tidak berjalan semestinya dikarenakan
aspirasi dan perwakilan yang diemban oleh DPR dan DPD dapat dikalahkan oleh
kepentingan-kepentingan segelintir orang atau partai semata. Sudut pandang ini
adalah syah secara konstitusi belum tentu syah secara demokratis keinginan
rakyat.
A.
K
E S I M P U L A N
Indonesia
sebagai negara hukum yang demokratis pada dasarnya sudah mengekspresikan dan
mengaplikasikan demokrasi dalam penyelenggaraan negara yang tercermin dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan yang memberikan hak kepada rakyat
untuk menyalurkan aspirasinya melalui DPR dan DPD karena DPR dan DPD merupakan
lembaga yang paling mengerti akan kondisi dan apa yang
menjadi kebutuhan dari konstituen pemilihnya di daerahnya masing-masing,
sehingga aspirasi yang seharusnya disampaikan dan diperjuangkan tidak
seharusnya tercederai oleh kepentingan-kepentingan kekuasaan dan pengaruh
diluar keinginan dari demokrasi dan kedaulatan rakyat yang telah diamanatkan
dari rakyat melalui dasar perundang-undangan yang berlaku.
B. S A R A N
Dalam
meningkatkan fungsi peran dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah dalam usaha
untuk lebih mengaktualisasikan perwakilan dari rakyat dan apirasi dari Rakyat
yang dibawanya maka seharusnya dapat dibentuk Peraturan Perundang-undangan yang
lebih mudah dan konkrit tentang mekanisme tentang bagaimana Rakyat mengontrol
dan menarik kedaulatan yang diberikan kepada wakil-wakilnya tersebut tidak
hanya terbatas pada alat perlengkapan dan Tata Tertib bahkan mekanisme Anggaran
Dasar/ Anggaran rumah Tangga (AD/ ART) Partai Pengusung dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah semata. sehingga demokrasi dan
kedaulatan rakyat dapat bernilai tidak hanya sebatas konstitusi tetapi juga
juga syah secara moral dan demokratis keinginan Rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Asshidiqie, jimly, 2005: Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi
Press.
2.
Asshidiqie, jimly, 2011: Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika.
3.
Budiarjo, Miriam, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik,
Jakarta: edisi revisi PT. Gramedia Pustaka Utama.
4. Gaffar, Afan, 2000. Politik Indonesia Transisi menuju Demokrasi, Cetakan Kedua,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
5.
Huda, Ni’matul, 2005. Hukum
Tata Negara Indonesia, Jakarta : Rajawali pers.
6. Kelssen, Hans, 1995. Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum
Empirik-deskriptif) alih Bahasa Somardi, Penerbit Rimdi Press
7. Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, edisi revisi, Jakarta: Rajawali Pers.
8. Manan, Bagir, 2004. Teori dan Politik Konstitusi, Cetakan kedua, Yogyakarta: FH UII
Press.
9. Manan, Bagir, dan Magnar, Kuntana, 1997. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni.
10. Ridwan, 2002. Hukum Administrasi
Negara, Yogyakarta: UII Press.
11. Sorensen, Georg, Penyunting dan Pengantar Tadjuddin Noer Effendi 2003. Demokrasi dan Demokratisasi (Proses dan
Prospek Dalam Sebuah Dunia yang sedang Berubah, Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
12. Thaib, Dahlan, 2009. Ketatanegaraan
Indonesia, Presepektif
Konstitusional, Yogyakarta: Total Media.
13. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
14. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Jo Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011.
15. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.
16. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Indonesia,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan
Daerah.
17. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
18. Syukriy Abdullah, Problematika Fungsi
Legislasi DPD, terdapat dalam http:/ sykriy. Wordpress.com/ 2011/ 12/ 12
Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043.