Senin, 18 Juni 2012

Tujuan Negara - Politik Hukum dan Perundang-undangan


A.      LATAR BELAKANG

Melihat geograpis Negara Indonesia mayoritas terdiri dari lautan dan tidak sedikit penduduk indonesia tinggal di wilayah pesisir yang kemampuan ekonominya cukup memperhatikan, hal ini dimulakan salah satu faktor penyebabnya peralatan penangkapan ikan yang dimiliki masih sangat sederhana dan sistematika peraturan yang belum dapat menyentuh penduduk pesisir, dapat dipastikan bahwa keefektifan hukum terhadap pengaturan sumber daya alam dan mekanisme kerjanya dipandang tidak memadai.[1]
Bersamaan dengan itu Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa Produk Hukum antara Tahun 1967 – 1983 hanya 11,6 % yang merujuk Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sehingga 88,4 % usaha kita diarahkan pada upaya liberalisasi sesuai tuntutan keadaan.[2] Dilihat dari sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia mempunyai konsep sebagai negara Kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia,
Secara konseptual sistem pemerintahan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : sistem pemerintahan parlementer (the parlementiary cabinet goverment), sistem pemerintahan presidensial (the presidential goverment) dan sistem pemerintahan yang mengandung sistem parlemen dan sistem Presidensial (semi presidential goverment).
Prinsip dari negara kita yang memegang prinsip negara hukum harus dapat mengikuti perkembangan masyarakat dan negara, selain itu prinsip negara hukum juga terkait dengan gagasan yang didasarkan pada manivestasi kedaulatan rakyat yang menjelma dalam lembaga perwakilan untuk dapat menyusun peraturan yang mendukung tercapainya tujuan dari negara.
Dilihat dari tujuan negara Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea ke empat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.[3]
Negara dianggap perlu dan harus melakukan intervensi dalam menanggapi berbagai masalah baik dalam sudut pandang sosial dan ekonomi untuk terciptanya kesejahteraan didalam masyarakat yang pada akhirnya berujung pada terciptanya kebahagian bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealht). Berbeda dengan konsep sosialis yang mendudukkan pemerintah pada posisi yang dominan sehingga keterlibatan individu terabaikan.
Untuk dapat melaksanakan tujuan negara sebagaimana dimaksud diatas, maka dalam mengimplementasikan tujuan negara haruslah mempunyai aturan main yang jelas berbentuk tertulis, yang lazim disebut dengan Peraturan Perundang-undangan. Dalam menjawab tantangan pembentukan Hukum di indonesia diperlukan adanya suatu peranan Politik Hukum dalam pembentukannya.
B.       RUMUSAN MASALAH
Maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana hubungan politik hukum dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia?
  2. Bagaimana perananan politik hukum  dalam mewujudkan tujuan negara Indonesia?
A.      Politik Hukum dan Perundang-undangan di Indonesia
Untuk dapat memahami tujuan negara dalam konteks politik hukum, harus dapat mengerti bahwa politik hukum merupakan pilihan-pilihan tentang hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi yang akan dibentuk, hukum itu akan dicabut atau tidak diberlakukan lagi. Definisi politik hukum itu sendiri menurut Padmo Wahjono adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang didalamnya mencakup pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum.[4]
Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktifitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu didalam masyarakat yang terdiri dari :[5]
1.         Tujuan yang akan dicapai;
2.         Cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan;
3.         Waktu dan cara hukum dapat diubah;
4.         Pola dalam memutuskan proses pemilihan tujuan dengan baik;
Dasar pemikiran dari berbagai definisi didasarkan pada kenyataan bahwa negara mempunyai tujuan yang harus dicapai dan upaya untuk mencapai tujuan dilakukan dengan menggunakan hukum sebagai alat untuk pemberlakuan dan atau penidakberlakuan hukum. Pemahaman politik hukum mencakup sebagai kebijakan resmi negara (legal policy) tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak berlakukan dan digunakan untuk mencari kebenaran dan memberi arti hukum. Semua peraturan yang bertujuan untuk kesejahteraan merupakan resultante (produk kesepakatan politik) sesuai dengan situasi ekonomi dan sosial pada saat dibuat.[6]
Politik Hukum apabila dipandang dari teori hukum murni mempunyai makna bahwa hukum merupakan disiplin ilmu yang membahas perbuatan aparat yang berwenang dalam memilih alternatif  yang sudah tersedia untuk memproduksi produk hukum (karya hukum) guna mewujudkan tujuan negara dan mempunyai beberapa unsur-unsur diantaranya :
1.         Dibuat oleh aparat yang berwenang;
2.         Adanya alternatife yang dapat dipilih;
3.         Adanya produk yang dihasilkan;
4.         Adanya tujuan negara yang akan diwujudkan.[7]
Politik hukum itu sendiri berisi upaya pembaharuan hukum menjadi keharusan ketika proklamasi kemerdekaan telah dipengaruhi dan bercampur dengan sistem hukum atau ideologi yang harus mengarah pada upaya penyesuaian dengan struktur yang baru, sebab hukum tidak statis karena hukum itu sendiri untuk melayani masyarakat.
Politik hukum nasional tidak hanya dilihat dari prosepektif formal yang memandang kebijaksanaan hukum dari rumusan-rumusan melainkan dilihat dari latar belakang proses keluarnya rumusan-rumusan resmi tersebut. Fungsi instrumental hukum sebagai sarana kekuasaan politik yang kuat daripada fungsi-fungsi lainnya .
Hukum dianggap sebagai tujuan dari politik adalah agar ide-ide hukum  atau rechtsidee seperti kebebasan, keadilan, kepastian, dan sebagainya ditempatkan dalam hukum  positif dan pelaksanaan sebagian atau secara keseluruhan, dari ide hukum  itu merupakan tujuan dari proses politik dan hukum  sekaligus merupakan alat dari politik. Politik mempergunakan hukum  positif (peraturan perundang-undangan) untuk mencapai tujuannya dalam arti merealisasikan ide-ide hukum  tersebut.  Politik dapat mengarahkan dan membentuk masyarakat kepada tujuan untuk  memecahkan masalah kemasyarakatan di mana politik adalah aspek dinamis dan hukum merupakan aspek yang statis.
Politik dan hukum adalah dasar dari politik hukum  dengan ketentuan bahwa pelaksanaan pengembangan politik hukum  tidak bisa dipisahkan dengan pelaksanaan pengembangan politik secara keseluruhan. Atau dapat dikatakan, prinsip dasar yang dipergunakan sebagai ketentuan pengembangan politik akan juga berlaku bagi pelaksanaan politik hukum  yang diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan.

B.       Perananan Politik Hukum  Dalam Mewujudkan Tujuan Negara
Pada masa setelah orde baru, produk hukum harus dilihat kembali seberapa banyak yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peranan peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan oleh produk legislatif dan eksekutif sebagai upaya mengentaskan atau mengurangi kemiskinan yang terjadi di negara Indonesia.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan tersebut melalui proses yang panjang diantaranya peranan politik hukum yang diimplementasikan dan dijabarkan kedalam peraturan-peraturan yang dapat diserap dan dinikmati oleh lapisan masyarakat. Produk hukum merupakan sarana pengatur masyarakat dan berperan didalam masyarakat karena hukum itu sendiri merupakan gagasan maupun pendapat-pendapat yang hidup didalam ruh masyarakat dan perkembangan masyarakat ikut menentukan tipe hukum yang seharusnya dapat diberlakukan.
Apabila peraturan perundang-undangan yang telah dibuat tidak diiringi dengan perkembangan masyarakat akibatnya nilai-nilai yang merupakan tujuan yang akan dicapai dari masyarakat tidak terpenuhi dan berpangaruh pada penegakan hukum itu sendiri.
Peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk berperan dalam tujuan negara, apabila dikaitkan dengan susunan masyarakat dan nilai-nilai dimulai dengan pilihan-pilihan mengenai nilai-nilai apa yang harus diwujudkan oleh hukum, pilihan nilai-nilai sangat ditentukan oleh politik hukum yang berkuasa.
Dimensi nilai-nilai bukan saja dijumpai saat peraturan perundang-undangan hendak diterapkan, melainkan timbul sejak peraturan perundang-undangan hendak dibuat. Faktor nilai yang menimbukan perbedaan  dalam kehidupan hukum lebih disebabkan oleh kultur hukum yang terdiri dari sikap-sikap dan nilai-nilai keyakinan yang dimiliki dari masyarakat secara langsung berhubungan lembaga-lembaga pembentuknya baik dipandang dari sudut positif atau sudut pandang negatifnya.
Peranan nilai-nilai dan sikap-sikap merupakan gejala yang universal sehingga mudah terjadi ketidakcocokan antara nilai-nilai yang telah dipilih oleh politik hukum yang akan diwujudkan dalam masyarakat. Nilai-nilai yang sudah mapan dan telah dihayati oleh anggota masyarakat harus dicermati keberadaannya untuk dipersiapkan kedalam suatu produk hukum perundangan-undangan secara lebih baik.
Pembentukan peraturan perundang-undangan dilihat dari peranan dan fungsinya merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat dikarenakan hukum itu sendiri merupakan elemen-elemen penting bagi perkembangan politik dan kebijaksanaan ekonomi, sosial dan budaya dari pemerintah yang mendasari dan mengartikan tindakan-tindakan dari hukum.
Dalam membicarakan penyusunan perundang-undangan maka perlu diketahui arti dari legal drafting. [8] proses penyusunan produk hukum perundang-undangan hendaknya menyadari dan memahami secara sunguh-sungguh 2 (dua) hal pokok yaitu : “Konsep dan Bahasa” terutama mencari kata-kata dan konsep-konsep yang cermat dan tepat. Kejelasaan konsep diperlukan dalam menuntun proses perancangan peraturan perundang-undangan baik dalam “substantive policy” maupun dalam komunikasinya. [9] hukum ditelaah dan dikaji dari setiap sudut pandang dapat mengakibatkan produk hukum yang disusun akan menjadi usang maka diperlukan kejelasan pemikiran yang bersifat mendasar dan konsepsional.
Instistusi yang membentuk peraturan perundang-undangan dipahami sebagai suatu sistem maka isi dari yang dihasilkan tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya dan dalam pembentukannya harus membuka ruang masukan dari bidang-bidang yang selanjutnya disalurkan kedalam masyarakat.
Dalam cita-cita bangsa Indonesia baik gagasan, rasa, cipta dan pikiran menciptakan kenyataan dalam kehidupan sebagai suatu konstruksi yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri, dengan demikian setiap proses pembentukan didalamnya  terjadi politik hukum yang hendak dilakukan terhadap hukum tidak boleh bertentangan dengan cita hukum yang telah disepakati bersama.
Cita hukum haruslah dipahami sebagai dasar pengikat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, aspek nilai semakin penting artinya dan secara instrumental berfungsi pada saat peraturan itu hendak di implementasikan kedalam produk kebijaksanaan yang lebih operasional dan bersifat tekhnis pelaksanaan.
Politik hukum berkeinginan untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang demokratis yang tidak hanya dari segi tekhnik akan tetapi juga ditopang dengan gabungan antara politik hukum (rech politik) dan sosiologi hukumnya (rech sosiolgie). Hukum yang dibuat melalui tahapan yuridis dan politis yang membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga output dari produk hukum perundang-undangan mempunyai kualitas dan didukung oleh sikap dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat.
Tahapan yuridis dan politis berusaha mengklasifikasi masalah dan kemudian dirumuskan lebih lanjut oleh aparatur pembentuk peraturan perundang-undangan yakni Eksekutif dan legislatif. Proses ini berinteraksi dalam suatu kegiatan yang dinamis menelurkan output peraturan perundang-undangan yang responsif terhadap masyarakat.
Dapat diambil suatu contoh dalam Peraturan Presiden nomor 61 Tahun 2005 tentang Tatacara penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional membicarakan proses pembentukan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun di daerah. Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR/ DPRD dan Pemerintah baik pusat ataupun daerah secara berencana, terpadu dan sistematis yang dikoordinasikan oleh DPR/ DPRD, melalui alat kelengkapannya, yaitu Badan Legislasi Secara teknis, dalam pelaksanaannya Prolegnas/ prolegda disusun melalui beberapa tahapan.
Secara garis besar tahapan tersebut dapat diuraikan dalam Tahapan Penyusunan Rencana Legislasi dan Tahapan Penyusunan Program Legislasi di Lingkungan Pemerintah maupun di DPR/ DPRD, Tahapan Koordinasi Penyusunan Program Legislasi Nasional/ Daerah dan Tahapan Penetapan. Penyusunan Prolegnas/ Prolegda diawali dengan inventarisasi ‘rencana legislasi’, baik di lingkungan Pemerintah maupun DPR/ DPRD. Di lingkungan pemerintah, daftar “rencana legislasi” mencakup seluruh rencana pembentukan peraturan perundang-undangan, baik yang sifatnya masih akan disusun, yakni masih berupa “keinginan-keinginan” untuk membuat peraturan perundang-undangan maupun yang bentuknya sudah lebih konkret, misaInya peraturan perundang-undangan yang sedang dalam proses penyusunan, atau yang sudah selesai disusun dan sudah siap diajukan ke DPR/ DPRD. Dengan demikian, rencana legislasi tersebut mencakup:
1.  Rencana legislasi yang belum konkret , dalam bentuk judul-judul peraturan perundang-undangan yang sifatnya masih tentative;
2.    Rencana legislasi yang sudah mendekati konkretisasi: rencana pembentukan undang-undang yang masih dalam proses persiapan, seperti dalam bentuk kegiatan pengkajian dan penelitian;
3.  Rencana legislasi yang masih dalam taraf penyusunan naskah akademik : hasil-hasil pengkajian dan/atau penelitian sudah mulai disusun dalam bentuk naskah akademik;
4.  Rencana legislasi yang sudah dalam taraf penyusunan RUU/ RAPERDA di lingkungan internal;
5.      Rencana legislasi yang sudah dalam bentuk RUU/ RAPERDA: Naskah RUU/ RAPERDA-nya sudah disusun secara lengkap dan sudah disempurnakan melalui proses harmonisasi (pembahasan antardepartemen).
Ukuran untuk memprioritaskan RUU dan RAPERDA tersebut didasarkan atas 10 kriteria substansi yakni:
1.      Rancangan yang merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Rancangan yang merupakan perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
3.      Rancangan yang terkait dengan pelaksanaan undang-undang lain;
4.      Rancangan yang mendorong percepatan reformasi;
5.      Rancangan yang merupakan warisan Program legislasi terdahulu disesuaikan dengan kondisi saat ini;
6. Rancangan yang menyangkut revisi atau amandemen terhadap undang-undang yang bertentangan dengan undang­ undang
lainnya;
7.      Rancangan yang merupakan ratifikasi terhadap perjanjian internasional;
8.   Rancangan yang berorientasi pada pengaturan perlindungan HAM dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan
jender;
9.      Rancangan yang mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan;
10.   Rancangan yang secara langsung menyentuh kepentingan rakyat untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi kesejahteraan
sosial masyarakat.
Dalam prolegnas/ prolegda inilah seharusnya poltik hukum sangat berperan, hal inipun didukung diantara 10 (sepuluh) kriteria diatas dan didukung pula dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bab XI Partisipasi Masyarakat. Peran masyarakat diperlukan dalam upaya pencintraan aspirasi masyrakat yang dapat diserap langsung oleh aparatur pembentuk peraturan perundang-undangan.
Pada kenyataannya pun partisipasi masyarakat ini sedikit diabaikan sehingga masyarakat tidak dapat memberikan input secara langsung terhadap peraturan perundang-undangan yang akan dibuat. Seperti pada pembicaraan diatas menunjukan bahwa dalam penyusunan dan pembentukan peraturan perundang-undangan tentang kesejahteraan masyarakat pesisir tidak adanya peran Politik hukum yang dijadikan tonggak untuk mewujudkan tujuan negara.
Dalam politik hukum ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan Undang-Undang di Indonesia buruk, salah satunya adalah karena sering terjadi tukar menukar isu dan jual beli dalam penentuan isi pasal-pasal Undang-Undang. Pengujian Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi sejak Tahun 2003 – 09 November 2011 diantara 406 kali persidangan dimana 97 (sembilan puluh tujuh) diantaranya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi karena Inskonstitusional. Hal dilihat karena buruknya legislasi dikarenakan jual beli kepentingan dalam pembuatan Undang-Undang.[10]
Sudut pandang contoh lain yakni dalam Poin 2 Penjelasan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil menyebutkan bahwa Tujuan penyusunan Undang-Undang ini adalah:
1.       Menyiapkan peraturan setingkat undang-undang mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil khususnya yang menyangkut perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses masyarakat, penanganan konflik, konservasi, mitigasi bencana, reklamasi pantai, rehabilitasi kerusakan pesisir, dan penjabaran konvensi-konvensi internasional terkait;
2.     Membangun sinergi dan saling memperkuat antarlembaga Pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir sehingga tercipta kerja sama antarlembaga yang harmonis dan mencegah serta memperkecil konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan antarkegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; serta
3.  Memberikan kepastian dan perlindungan hukum serta memperbaiki tingkat kemakmuran masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pembentukan peraturan yang dapat menjamin akses dan hak-hak masyarakat pesisir serta masyarakat yang berkepentingan lain, termasuk pihak pengusaha.
Terlihat jelas tujuan dari Undang-Undang tersebut diatas mengatasnamakan tujuan kesejahteraan masyarakat akan tetapi pada tataran pelaksanaannya dilapangan ini tidak sepenuhnya terjadi, dikarenakan Ruh unsur dari Politik Hukum pada point ke 4 (empat) yaitu: adanya tujuan yang akan dicapai  tidak dapat mengikuti alur keinginan masyarakat.
Pada posisi ini letak politik hukum dalam system tata hukum menurut Roscoe Pound adalah Skin In System yakni hukum sangat dominan dalam memberi corak atau warna pada fenomena lain, dalam hal ini adalah tujuan negara. Hukum direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat menjadi aturan main (rule of play) dalam penyelenggaraan negara yang kemudian pada akhirnya tidak hanya masalah-masalah saja yang timbul akibat diterbitkannya produk hukum, akan tetapi diharapkan akan terciptanya produk hukum yang membuat segala masalah dapat teratasi.

K E S I M P U L A N
Uraian yang telah dipaparkan secara singkat diatas, kiranya penulis menyimpulkan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang termaktub diatas adalah :
1.     Secara konseptual sistem pemerintahan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : sistem pemerintahan parlementer (the parlementiary cabinet goverment), sistem pemerintahan presidensial (the presidential goverment) dan sistem pemerintahan yang mengandung sistem parlemen dan sistem Presidensial (semi presidential goverment).
2.     Politik hukum merupakan pilihan-pilihan tentang hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi yang akan dibentuk, hukum itu akan dicabut atau tidak diberlakukan lagi;
3.   Politik Hukum merupakan disiplin ilmu yang membahas perbuatan aparat yang berwenang dalam memilih alternatif  yang sudah tersedia untuk memproduksi produk hukum (karya hukum) guna mewujudkan tujuan negara dan mempunyai beberapa unsur-unsur diantaranya :
a.         Dibuat oleh aparat yang berwenang;
b.        Adanya alternatife yang dapat dipilih;
c.         Adanya produk yang dihasilkan;
d.        Adanya tujuan negara yang akan diwujudkan.
4.    Proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan melalui proses diantaranya peranan politik hukum yang diimplementasikan dan dijabarkan kedalam peraturan-peraturan yang dapat serap dan dinikmati oleh lapisan masyarakat.
5.      eraturan perundang-undangan yang telah dibuat tidak diiringi dengan perkembangan masyarakat akibatnya nilai-nilai yang merupakan tujuan yang akan dicapai dari masyarakat tidak terpenuhi dan berpangaruh pada penegakan hukum itu sendiri.


S A R A N
          Politik hukum didaulat dapat menjalankan perannya dalam mewujudkan tujuan negara ternyata harus diimbangi dengan konsepsi dan isi yang menciptakan kesejahteraan didalam masyarakat yang konsisten yang dimaksud adalah bagaimana politik hukum yang telah diterapkan terjaga dan tetap menjadi rel yang kuat sehingga tujuan poitik hukum atau produk hukum yang dihasilkan dapat dijalankan dengan baik guna mewujudkan tujuan negara.

DAFTAR PUSTAKA
1.        Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.        A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, (Jakarta: Puporis Publishers, 2002),
3.        Hardjon, Philipus M, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997.
4.        Humah, Darsis, Cita-cita Negara Hukum di Indonesia, Elkaf 2007;
5.        Hikmahanto Juwono, “Politik Hukum Undang-undang Bidang ekonomi di Indonesia”.
6.        Muchsan, SH, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta 1982.
7.        Muchsan, SH “Politik Hukum” Materi Perkuliahan pada Magister Hukum UGM, (Yogyakarta. 2011)
8.        Mahfud MD, Moh, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Press 2009;
9.        Warassih, Esmi, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang 2011;
10.    -----, Bunga Rampai Pemikiran Hukum di Indonesia, FH UII Press 2009;
11.    -----, Surat Kabar Tribun Yogya, tanggal 17 November 2011



[1] Pemikiran Hukum di Indonesia, Bunga Rampai, FH UII Press, 2009 hlm 314-315
[2] Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998.
[3] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[4] Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia 1986
[5] Satjipto rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
[6]   Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, 2009
[7] Prof. Muchsan, disampaikan pada mata Kuliah Politik Hukum, Magister Hukum angkatan 27 Universitas Gajah Mada Yogyakarta, tanggal 23 september 2011.
[8] Prof. DR. Esmi Warasih, SH, MS, Pranata Hukum, sebuah telaah sosiologis, Badan Penerbit UNDIP Semarang 2011.
[9] Ibid. Hal 28-39.
[10] Moh. Mahfud, MD, Tribun Jogja, Kamis Wage tanggal 17 November 2011 hal 2

0 komentar:

Posting Komentar